JOMBANG.TV – Lampu panggung menyorot hangat ke arah 12 penari yang berdiri dengan rapi, menunggu aba-aba pertama. Di Hotel Yusro, Rabu, 17 September 2025, pembukaan Jambore PKK Kabupaten Jombang berubah menjadi panggung budaya yang memikat.
Dari sudut pandang penonton, setiap gerakan terlihat penuh makna. Dari langkah kaki yang ringan hingga goyangan tangan yang anggun, tarian remo boletan seakan bercerita tentang Jombang itu sendiri.
Di balik keindahan itu, ada perjalanan panjang yang penuh semangat dan dedikasi. Nikmatun Solihah, atau Bu Nikmah, Sekretaris PKK Kabupaten Jombang, menceritakan awal mereka mendapatkan amanah menampilkan tarian ini.
“Ibu Ketua memberi kepercayaan kepada kami untuk menampilkan tari remo boletan yang asli dari Jombang. Saat latihan pertama, semangat kami langsung membara,” ujarnya sambil tersenyum.
Latihan ini bukan hanya tentang menghafal gerakan, tetapi juga tentang merasakan ritme, memahami makna setiap gerakan, dan menyesuaikan diri dengan musik tradisional yang mengiringi.
Pelestarian Budaya ini, menurut Bu Nikmah bukan hanya menjadi tanggung jawab generasi muda tetapi juga yang berusia dewasa, hingga mereka yang sudah berusia matang. Bagi Bu Nikmah, keberagaman usia justru menjadi kekuatan.
“Bagi kita, baik yang tua maupun muda, kita harus terus melestarikan kebudayaan. Terutama tari remo boletan, yang merupakan warisan khas Jombang,” tegasnya.
Namun, perjalanan menuju panggung tidak selalu mulus. Beberapa penari sempat merasa durasi tarian terlalu panjang dan berat.
“Banyak yang mengusulkan agar tarian ini tidak terlalu lama. Tapi kami tekun berlatih, menyesuaikan ritme, dan memahami setiap gerakan,” jelas Bu Nikmah. Latihan demi latihan, dari pagi hingga sore, membuat mereka semakin kompak.
Selama berbulan-bulan, 12 penari ini menekuni setiap detail, langkah kaki yang selaras, posisi tangan yang tepat, hingga ekspresi wajah yang harus mengekspresikan semangat dan kecintaan pada budaya.
Meski usia tidak lagi muda, semangat mereka justru menambah keindahan tarian itu. “Alhamdulillah, sampai hari ini, kami bisa menampilkan tarian ini dengan maksimal,” ujarnya bangga.
Pakaian penari yang berwarna cerah dan motif khas Jawa menambah hidup pertunjukan. Lipatan kain selendang merah bergerak lembut mengikuti gerakan, sementara musik gamelan yang mengalun menciptakan irama yang memikat. Dari tepuk tangan hingga sorak penonton, setiap respons seakan memberi energi baru kepada para penari.
Bagi Bu Nikmah, tarian ini lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi media pendidikan budaya bagi generasi muda.
“Mari semua, baik remaja maupun anak-anak, tetap melestarikan. Ayo kita uri-uri budaya Jawa. Ini bukan hanya soal gerakan, tapi juga menghormati dan mengenal akar budaya kita,” katanya.
Saat penampilan berakhir, tepuk tangan meriah memenuhi ruangan. Penonton tersenyum, beberapa terlihat menahan haru, menyadari bahwa yang mereka saksikan bukan sekadar tarian, tetapi denyut kehidupan budaya Jombang yang masih hidup dan diwariskan.
Dari latihan panjang hingga detik-detik memukau di panggung, tari remo boletan membuktikan bahwa pelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama, yang membutuhkan cinta, kerja keras, dan keberanian untuk terus menari, meski waktu tak lagi muda. (Fit)
Komentar untuk post