JOMBANG.TV- Langit siang itu menggantung mendung di atas Alun-alun Jombang. Udara lembab terasa menempel di kulit, namun semangat puluhan peserta Lomba Desain Baju Batik Lokal 2025 justru menghangatkan suasana.
Di bawah tenda-tenda berwarna putih, kain-kain batik dengan beragam motif digantung rapi, menari perlahan tertiup angin, seolah bercerita tentang akar budaya dan kebanggaan yang tak lekang waktu.
Sebanyak 21 kecamatan di Kabupaten Jombang hari itu beradu gagasan dan kreativitas, menampilkan hasil karya terbaik yang lahir dari tangan-tangan penuh cinta pada warisan daerah.
Lomba yang dipersembahkan oleh Tim Penggerak PKK Kabupaten Jombang ini menjadi ruang untuk merayakan jati diri dan memperkenalkan batik khas Jombang kepada dunia yang lebih luas.
Di tengah hiruk-pikuk panggung, Ketua TP PKK Kabupaten Jombang, Yuliati Nugrahani, tampak anggun dalam balutan batik bermotif lokal. Senyumnya hangat menyambut para peserta yang dengan bangga memperlihatkan rancangan mereka.
Yuliati menegaskan pentingnya menghidupkan kembali kecintaan terhadap batik sebagai bagian dari identitas daerah.
“Batik merupakan cerminan siapa kita. Setiap goresan, setiap motif memiliki cerita dan makna. Jika desain batik bisa dibuat lebih segar dan sesuai dengan selera anak muda, maka mereka akan lebih mencintainya,” ungkapnya.
“Kita ingin batik tidak lagi dipandang sebagai kain kuno yang modelnya itu-itu saja, tetapi sebagai busana yang modern, hidup, dan membanggakan,” ujarnya lagi.
Ucapan itu menggema di tengah suasana sore yang teduh. Bagi Yuliati, memasyarakatkan batik tidak cukup hanya dengan mengenalkan motif lama, tetapi juga dengan cara baru yang menyentuh generasi muda, dimana merekalah yang kini menjadi penentu arah mode dan budaya.
Sejatinya, batik Jombang adalah cerita tentang perjalanan panjang sebuah daerah dalam menemukan identitasnya di antara deretan kota besar yang telah lebih dulu dikenal dengan batiknya.
Bila Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan sudah menorehkan sejarah panjang dalam seni membatik, maka batik Jombang baru mulai berkembang pada awal tahun 2000-an.
Meski muda, batik ini tumbuh dari akar yang kuat, yaitu tangan-tangan perajin yang ulet dan semangat masyarakat yang ingin menjaga warisan nenek moyang.
Pada masa awal, batik Jombang dikenal dengan motif-motif alam sekitar seperti bunga melati, tebu, cengkih dan pohon jati. Semuanya menggambarkan kesuburan tanah Jombang dan kehidupan rakyatnya yang dekat dengan alam.
Setiap motif diberi nama khas seperti cindenenan, peksi hudroso, peksi manya, dan turonggo seto. Nama-nama itu lahir dari filosofi dan keindahan yang hanya bisa dipahami lewat hati.
Namun titik penting sejarah batik Jombang terjadi ketika Hj. Maniati bersama Bupati Jombang, Suyanto, saat itu di tahun 2005, 20 tahun silam bersepakat menjadikan relief Candi Arimbi di Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, sebagai sumber inspirasi utama. Dari sinilah lahir “Motif Batik Tulis Khas Jombang” yang dikenal hingga kini.
Relief kuno peninggalan Kerajaan Majapahit itu melahirkan motif yang bukan hanya indah, tetapi juga sarat makna historis, menyambungkan masa lalu dengan masa kini melalui garis dan warna yang khas.
Seiring waktu, batik Jombang terus berkembang. Para perajin menambahkan sentuhan baru, memasukkan unsur budaya, flora, hingga potensi unggulan daerah. Dari sana lahir motif-motif seperti Pesona Jombang.
Ada batik yang menggambarkan durian bido khas Wonosalam, manik-manik Gudo, cengkeh, kopi, dan tembakau atau Batik Besutan, yang menampilkan semangat budaya ludruk sebagai cikal bakal kesenian lokal.
Ada pula Rimbi Puro Mojo, yang menonjolkan pesona Candi Arimbi sebagai gerbang Majapahit selatan, serta Nala Patma Dipa dan Tunggul Anggraini Bayangkari, yang menyatukan unsur sejarah dan simbol-simbol kebanggaan daerah.
Sore itu, di tengah alunan gamelan dan aroma kopi dari stan UMKM yang memenuhi udara, batik-batik itu menjelma sebagai busana yang membalut tubuh para penikmatnya.
Lomba desain Batik lokal ini adalah kisah tentang tangan yang mencanting dengan sabar, tentang perempuan yang menjahit dengan hati, dan tentang generasi muda yang mulai memandang batik bukan lagi warisan masa lalu, melainkan bagian dari masa depan Jombang.
“Kita ingin batik Jombang dikenal luas, bukan hanya di kabupaten ini, tetapi di tingkat nasional. Dengan kreativitas dan inovasi, saya yakin batik Jombang bisa menjadi ikon budaya yang membanggakan,” ujar Yuliati.
Langit memang tak kunjung cerah sore itu, tapi warna-warna batik yang tergantung di sekitar panggung seolah menggantikan sinar matahari. Merah bata, hijau daun, cokelat tanah, semuanya berpadu menjadi simbol kehangatan dan keteguhan hati. Di bawah langit mendung, Jombang tampak berkilau oleh warisan budayanya sendiri. (Fit)








Komentar untuk post