JOMBANG.TV — Aroma pewangi ruangan menebar hangat di Ruang Bung Tomo, Jumat pagi (26/9/2025). Di kursi-kursi yang ditata rapi, puluhan wajah perempuan dari berbagai organisasi tampak menyala penuh semangat. Balutan kebaya, jilbab warna-warni, dan senyum yang ramah menjadi pemandangan pertama yang menyambut siapa pun yang memasuki ruangan itu.
Di tengah suasana yang akrab namun khidmat, langkah Bunda Literasi Kabupaten Jombang, Yuliati Nugrahani Warsubi, menandai dimulainya Workshop Peningkatan Wawasan bertema “Perempuan dalam Kata”. Sebagai istri Bupati Jombang, Yuliati berperan memimpin percakapan besar tentang literasi dan peran perempuan.
“Di antara kesibukan bekerja, mengurus rumah tangga, melayani suami dan anak-anak, panjenengan masih bisa menuangkan ide-ide menjadi sebuah karya,” ucap Yuliati, suaranya lembut namun penuh penekanan. “Cerpen-cerpen itu bukan hanya hiburan, tetapi juga menyimpan pesan positif dan hikmah bagi pembaca.”
Ia menyinggung keberhasilan Dharma Wanita Persatuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang yang melahirkan buku kumpulan cerpen “Tentang Sebuah Hati”. Sebuah bukti nyata bahwa perempuan Jombang mampu menyalakan api literasi, bahkan ketika keseharian mereka dipenuhi rutinitas rumah tangga.
Dalam sambutannya, Yuliati mengutip kalimat legendaris R.A. Kartini, “Habis gelap terbitlah terang.” Baginya, ungkapan itu adalah manifesto kekuatan literasi. Bahwa kata-kata dapat menembus kegelapan dan menghadirkan cahaya.
“Literasi tidak boleh eksklusif,” tegasnya. “Literasi adalah mata air yang harus bisa dirasakan semua orang. Dan hari ini kita menegaskan: perempuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari gerakan literasi, lanjutnya.
Tema “Perempuan dalam Kata” sendiri, menurut Yuliati, bukan hanya tentang menulis puisi atau prosa. Lebih dari itu, ia adalah kesaksian hidup, catatan sejarah, renungan keibuan, gagasan kepemimpinan, hingga suara perubahan.
“Jika dunia adalah buku, maka perempuan adalah halaman yang penuh makna. Jika peradaban adalah sajak, maka perempuan adalah bait yang membuatnya indah,” ujarnya, disambut tepuk tangan peserta.
Workshop yang menghadirkan tiga narasumber — Sri Surjati, Hj. Binti Rohmatin, dan Dr. Heru Totok Triwahonno — tak cuma mengajarkan teknik menulis. Ia menjadi ruang perjumpaan, tempat perempuan-perempuan lintas iman dan latar belakang berbagi cerita, gagasan, dan mimpi.
Di sela sesi, tampak para peserta berbincang hangat, sebagian menulis catatan kecil. Seperti ada kesadaran bersama bahwa kata-kata bukan hanya rangkaian huruf, melainkan jembatan yang menghubungkan hati ke hati.
Jombang, tanah para ulama dan pejuang, hari itu menjadi saksi lahirnya langkah baru: perempuan yang menulis, perempuan yang bersuara. Dari ruangan itu, suara mereka mungkin akan menjelma menjadi cerpen, puisi, atau opini yang kelak dibaca anak cucu menjadi lentera kecil yang menerangi perjalanan bangsa. (Fit)
Komentar untuk post