“Ini Titan Ayah…Titan Speakerman Skibidi Toilet.. Ayo Ayah buat…Aku tidak bisa,… “Dia nanti bertarung dan menang. Speakerman ada tembaknya Ayah.. buanyak…,” ucap sikecil saat mengajakku bermain menyusun Lego.
Setelah terpasang dan jadi, diapun main dengan asyik. “Ciu..ciu…dor..dor.. dumm…,” ocehnya menirukan film kartun Skibidi toilet di YouTube.
Skibidi Toilet memang cukup populer dikalangan anak kecil sekarang. Tapi kebanyakan mereka tak mau menjadi Titan Skibidi karena cukup seram dan ceritanya selalu kalah dengan Titan Speakerman dan Titan TVman.
Di anime Skibidi Toilet, Titan Speakerman diciptakan oleh sebuah Aliansi di bawah kekuasaan Titan lain. Titan Speakerman memiliki kekuatan multifungsi. Ia digambarkan memiliki bahu dan kepala yang terbuat dari setumpuk Sound yang berfungsi melindungi komponen penting tubuhnya.
Setumpuk Sound dibahunya itu membuatnya bisa melakukan trik udara seperti tendangan terbang, serangan udara jarak jauh. Memutar musik keras dengan lagu yang merontokkan musuh melalui gelombang suara.
Merujuk pada kata Titan dalam serial anime film selalu digambarkan dengan makhluk raksasa yang sangat kuat. Mungkin ini diambil dari mitologi Yunani yang menyebutkan jika Titan merupakan penguasa bumi sebelum adanya dewa-dewa Olimpus.
Lihat Titan Speakerman di serial kesukaan anakku jadi Ingat “Sound kekinian” yang ikut parade karnaval 17 Agustusan depan rumah. Jika dihitung, ada puluhan peserta karnaval yang membawa soundsystem dengan suara keras, lengkap dengan peserta dibelakang yang berjoget.
Setiap peserta, memutar musik beda beda. Ada yang musik Dangdut ada yang DJ. Kalau musik perjuangan bisa dihitung jari karena hampir tak terdengar.
Dentuman suara musiknya kayak senjata Titan Speakerman. Bikin budeg kuping. Genteng rontok, kaca bergetar. Gelas bergeser. Bahkan, Nenek nenek yang punya jantung lemah, selalu mengelus dada sembari menutup telinganya kala mereka milintas. Apalagi melintas depan rumah sakit, mungkin didalam seperti apa suasananya. Pasti sulit digambarkan biasa.
Karnaval, kadang jalan peserta juga tak mulus. Sesekali pasti berhenti, entah karena macet atau lain lain. Disaat berhenti, musik yang diputar pasti tak ikut berhenti. Ia akan terus berdentum dengan keras. Bisa dibayangkan akan seperti apa jika berada didalam rumah.
Kuatnya getaran suara yang keluar kerap membuat rumah berbunyi. Iya kalau rumahnya dibangun dengan kuat, pasti dampaknya hanya getar getar saja. Kalau rumahnya sudah berumur dan dibuat dengan dana seadanya, bisa jadi akan mengalami rusak ringan.
Ini masih satu peserta saja. Benda mati saja bergetar apalagi manusia. Bayangkan pesertanya ada 12 atau paling sedikit 5 lah. Butuh berapa jam lagi kita berada dalam situasi jantung berdegup, kuping budeg dan was was.
Okelah ini karnaval tidak apa apa. Karena semarak menyambut kemerdekaan. Kita harus bangga dengan suasana diatas!!.
Ada yang bilang, “Jangan risihkan suara itu. Nikmati saja alunannya,” “itu anak anak muda itu joget joget aja, biasa,” “Pesertanya juga seneng seneng saja meski ia berada tepat dibelakang sound,”
Oke, kita cari cara bagaimana mengagumi Sound bersuara keras. Coba kita resapi dan hayati alunan indah bunyinya.
Kita kuliti satu satu. Suara pasti memiliki karakteristik. Suara dapat terdengar oleh manusia dengan menggunakan alat pendengarannya yakni telinga.
Ini unik, sistem pendengaran inilah yang mampu mendeteksi dan menerjemahkan getaran suara itu hingga bisa dicerna atau dipahami oleh otak. Entah otak kita menangkapnya ber-efek dengan tangis atau tertawa.
Jika suara yang muncul suara tertawa, kemungkinan besar rangsangan yang kita dapat di otak kita juga sama. Beda lagi jika suara itu tertangkap dengan suara tangis atau lagi sedih, biasanya ia mampu mempengaruhi suasana hati dan perasaan manusia dengan hal yang sama. Kadang orang terlihat gagah pun, jika frekuensi suaranya sedih, iapun akan larut bersedih.
Estetika Suara
Ini kemudian kita sebut dengan kualitas suara. Atau kerennya estetika suara. Bagaimana suara dapat memberikan pengalaman estetik yang menyenangkan atau mempengaruhi emosi dan persepsi pendengar.
Ada beberapa kategori dalam estetika suara. Pertama Kejernihan. Suara yang jelas dan mudah didengar akan memberikan pengalaman yang lebih baik. Suara yang terdengar samar atau tidak jelas dapat mengganggu pengalaman pendengar.
Kedua, Keserasian. Suara yang disusun secara harmonis, baik dalam bidang musik maupun bicara, akan cenderung lebih estetis. Kombinasi nada, ritme, dan interaksi antar suara memiliki efek yang dapat menyenangkan pendengar. Ketiga, Ketepatan. Suara yang akurat dan sesuai dengan maksud atau tujuan yang ingin disampaikan akan memberikan efek emosional yang sesuai. Ketepatan akan memberikan kesan profesional dan terpercaya.
Ke empat, Variasi suara, baik dalam volume, intonasi, ritme, atau tekstur, dapat menghadirkan kejutan dan menghidupkan pengalaman pendengar. Intinya suara tidak monoton. Dan kelima, Kualitas. Suara yang direkam atau diproduksi dengan kualitas tinggi, seperti kebersihan rekaman, kualitas mikrofon, atau pengeditan suara yang tepat, juga dapat mempengaruhi estetika suara.
Terkahir, Kekuatan. Di kategori ini, suara yang kuat dan berdaya akan lebih mencuri perhatian dan menciptakan kehadiran yang lebih kuat. Namun, kekuatan suara juga harus seimbang dengan konteks dan tujuan yang diinginkan.
Bisa jadi, “Sound kekinian” memakai istilah yang ke enam, yakni kekuatan. Meski secara esensi sangat melenceng jauh.
Kita kupas. Setiap individu memang memiliki preferensi yang berbeda dalam menangkap suara. Karena itu ia bersifat subyektif. Suara yang dianggap indah oleh satu orang mungkin tidak sama dengan orang lainnya. Oleh karena itu, estetika suara dapat beragam tergantung pada konteks, budaya, dan preferensi individu.
Kita coba jadi peserta dulu. Di media sosial yang beredar, setiap peserta parade Sound, bangga jika suara soundsystemnya paling keras diantara yang lain. Ini bukan kekuatan irama tapi lebih pada segi kualitas racikan suara.
Ia bahkan bisa senang jika sudah menjadi raja. Apalagi suara soundsystemnya bisa merontokkan genting dan pecahin kaca, pasti ada kegembiraan tersendiri.
Orang orang yang melihat dan mendengar pasti akan heboh dengan suara Sound yang suaranya amat menggelegar. “Wow keren, kok bisa ya. Pasti mahal alatnya,”.
Untuk meresapi indahnya alunan musik dari dentuman sound keras itu pasti tak akan sulit dilakukan. Disini langgam estetik akhirnya terdegradasi.
Apalagi dikaitkan dengan budaya. Sejak kecil kita pasti mengenal soal Etika, sejak kecil pula kita di didik mengikuti adab ketimuran dengan sejarah sejarah kebaikannya.
Menjunjung tinggi tatakrama menjadi hal yang paling urgen yang harus dibawa dalam kehidupan. Orang tua kita selalu menekankan untuk menghormati yang lebih tua, menghormati sesama. Dan menjunjung tinggi ahlakul Karimah. Itu artinya semua hal di atas harus menjadi Weltenschauung bagi siapapun untuk bisa saling berdampingan bersama sama.
Di buku pelajaran agama juga kita selalu mengenal kata “Adab lebih tinggi dari Ilmu,” Syekh Abdul Qadir Al-Jailani juga menekankan soal adab. Beliau mengatakan lebih menghargai orang yang beradab daripada berilmu.
Pun di buku pelajaran kerap kita mengenal kata kata, “Belajarlah dari Barat, tapi jangan jadi peniru Barat, melainkan jadilah murid dari Timur yang cerdas,’. Tan Malaka di bukunya Masa Aksi 1926.
Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR/DPR 2023 di Gedung Parlemen Senayan, Kamis (16/8/2023) kemarin juga mengatakan jika budaya sopan santun di Indonesia mulai terkikis. Atas nama kebebasan berekspresi semua bisa melakukan segalanya diluar norma dan adab.
Jadi, dikehidupan yang serba canggih ini memang banyak tantangan yang harus dihadapi dan di sesuaikan. Eforia boleh asal tetap menjaga kebersamaan, kegotongroyongan, dan saling tenggang rasa.
Penting ada skema pendidikan yang kuat bagi generasi kedepan. Bonus demografi ini harus dipersiapkan matang agar bangsa ini tetap memiliki identitas sebagai orang orang timur yang cerdas. Terutama mulai dari skup kecil keluarga, lingkungan, hingga sekolah dan pemerintah. Wallahu a’lam bish-shawab. “Dari balik warung pinggir sawah, dunia antah berantah,’ (*)
Komentar untuk post