JOMBANG.TV – Belasan buruh di Jombang berunjuk rasa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, di depan Gedung DPRD Jombang, Senin (09/03/2020). Para buruh menilai, Omnimbus Law RUU Cipta Kerja merupakan bentuk penindasan pada para buruh terutama pada buruh perempuan.
Unjuk rasa dilakukan dengan cara mimbar bebas di depan Gedung DPRD di Jalan Wahid Hasyim. Sembari membawa sejumlah spanduk, buruh juga melakukan orasi mengecam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang bisa mengancam kesejahteraan buruh.
Kordinator Aksi Buruh Jombang, Hadi Purnomo mengatakan, ada beberapa alasan Omnimbus Law RUU Cipta Kerja tersebut harus ditolak. Selain hilangnya Upah Minimum di kabupaten/kota, RUU Cipta Kerja juga berpotensi menghilangkan aturan pesangon bagi para buruh saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Belum lagi soal hak normatife lain seperti cuti haid dan hamil bagi buruh perempuan, di dalam RUU Cipta Kerja, itu semua berpotensi dihilangkan. Jadi aturan ini sama sekali tidak berpihak bagi buruh,” kata Hadi, di sela sela aksi unjuk rasa.
Puas melakukan orasi, beberapa perwakilan buruh kemudian ditemui sejumlah anggota legislatif yang ditunjuk oleh pimpinan DPRD Jombang. Mereka ditemui secara langsung oleh Kartiyono anggota legislatif Fraksi PKB dan Machwal Huda dari Fraksi Gerindra.
Juru Bicara perwakilan buruh GSBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Jombang, Bagus Santoso menyampaikan, RUU Cipta Kerja adalah proses pemiskinan terhadap keberadaan buruh di Indonesia. Sebab, RUU Cipta Kerja tersebut merupakan karpet merah bagi para pengusaha karena beberapa ketentuan pidana yang tertuang di Undang Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, sebagai sanksi untuk pengusaha, dihapuskan.
“Beberapa sanksi pidana bagi pengusaha dihapus, seperti sanksi pidana soal memberikan upah murah, hingga sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK,” katanya.
Dikatakan Bagus, di dalam RUU Cipta Kerja juga mengatur penerapan kenaikan upah minimum yang hanya dengan rumusan Upah Minimum ditambah Upah Minimum dikali pertumbuhan ekonomi daerah. Padahal, rumus penghitungan yang berlaku sebelumnnya, yakni Upah Minimum berjalan ditambah pertumbuhan ekonomi nasional ditambah inflasi nasional kemudian dikali Upah minimum berjalan.
“Pada RUU Cipta Kerja yang sudah masuk ke DPR RI dan akan segera mendapat pembahasan dan penetapan ini sangat banyak perubahan aturan, khususnya di klaster ketenagakerjaan yang keseluruhannya mendegradasi apa yang sudah berlaku dalam aturan sebelumnya,” ungkapnya.
Menanggapi aksi buruh, Anggota DPRD Jombang, Kartiyono menegaskan, legislatif akan tetap menyelaraskan dengan perjuangan buruh sesuai kewenangan, yakni mendengarkan aspirasi masyarakat dan menindaklanjuti melalui lembaga DPRD Jombang. “Menyampaikan pendapat adalah hak, sebagai wakil rakyat kita akan menampung aspirasi dan menindaklanjuti melalui lembaga DPRD Jombang untuk kemudian diteruskan kepada pimpinan,” ujar Kartiyono didepan para buruh. (ant)