JOMBANG.TV — Matahari Sabtu pagi (27/9/2025) baru saja mulai meninggi ketika halaman Perguruan Muhammadiyah Desa Mentoro, Kecamatan Sumobito, dipenuhi hiruk pikuk suara anak-anak.
Seragam atasan hijau army dan celana biru tua berbaur jadi satu, membentuk lautan antusiasme. Di sudut halaman, panggung kecil telah berdiri dengan tata lampu sederhana. Kotak wayang dengan deretan tokoh-tokoh berwarna mencolok tampak menggoda pandangan bocah-bocah yang duduk di barisan depan.
Hari itu, Jombang sedang mencatat sebuah ikhtiar untuk menjaga warisan budaya lewat program Wayang Masuk Sekolah.
Sebuah program yang bertujuan menanamkan kecintaan pada seni pewayangan sejak dini, sekaligus menguatkan karakter generasi muda lewat pesan moral yang tersimpan dalam kisah-kisah klasik.
Bupati Jombang, H. Warsubi hadir bersama jajaran Forkopimcam, dan tokoh Muhammadiyah Kabupaten Jombang. Dengan suara lantang tapi teduh, ia membuka acara dengan sambutan yang sarat makna.
“Wayang telah diakui dunia oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Di dalamnya terkandung filosofi, nilai moral, dan tuntunan hidup yang sudah berabad-abad menjadi pegangan masyarakat ini artinya, anak-anak kita juga tengah belajar melestarikan tuntunan hidup,” ucap Bupati Warsubi.
Beliau menegaskan, anak-anak Jombang harus tetap membumi dengan budaya sendiri di tengah derasnya arus modernisasi.
“Generasi muda boleh menguasai teknologi, ilmu pengetahuan, dan dunia digital. Tapi jangan sampai kita melupakan akar budaya kita sendiri. Wayang adalah jati diri bangsa yang harus terus hidup,” tambahnya.
Anak-anak Jadi Bagian dari Cerita
Tak lama kemudian, layar putih dibentangkan. Seorang dalang muda mulai memainkan wayang, diiringi gamelan yang menggema lembut. Sorak kecil pecah dari mulut para siswa ketika tokoh-tokoh pewayangan mulai muncul, menari dengan bayangan yang hidup di balik kelir.
Beberapa anak terlihat tak sekadar menonton. Mereka maju, mencoba memegang wayang, bahkan ikut menirukan gerakan dalang dengan polos dan penuh rasa ingin tahu. Tawa lepas mereka mengiringi setiap langkah, menghadirkan suasana belajar yang hangat.
“Inilah yang kita harapkan. Anak-anak tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut terlibat. Siapa tahu, dari sekolah-sekolah Jombang lahir dalang-dalang cilik yang kelak menjadi penerus seni pewayangan,” tutur Bupati Warsubi, senyumnya mengembang melihat antusiasme siswa.
Bapak ibu guru yang mendampingi tampak terharu melihat siswanya begitu terlibat. “Ini pengalaman yang tidak akan mereka dapatkan di ruang kelas biasa. Mereka belajar budi pekerti, keteladanan, sekaligus merasakan kebanggaan pada budaya sendiri,” kata salah satu guru pendamping.
Para orang tua yang turut hadir juga tampak sumringah. Beberapa dari mereka mengabadikan momen ketika anak-anak mereka berani maju ke panggung, memegang wayang, bahkan mencoba menirukan suara tokoh pewayangan.
Gelar budaya Wayang Masuk Sekolah hari itu bukan sekadar hiburan. Ia menjelma menjadi ruang pendidikan karakter yang menyentuh. Lewat kisah pewayangan, anak-anak belajar arti keberanian, persaudaraan, hingga cinta tanah air.
Bupati Warsubi menutup sambutannya dengan doa agar kegiatan ini berlanjut ke sekolah-sekolah lain di Kabupaten Jombang.
“Semoga ikhtiar kita melestarikan budaya sekaligus memperkuat pendidikan mendapat ridho dan keberkahan dari Allah SWT,” ucapnya sebelum resmi membuka acara dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim.
Siang itu, langit Mentoro menjadi saksi. Di hadapan anak-anak yang tertawa riang, para tokoh wayang menari, menyampaikan pesan moral yang mungkin tak langsung dipahami, tapi pasti tertanam dalam benak mereka.
Di Jombang, Wayang Masuk Sekolah bukan sekadar sebuah program budaya, namun janji untuk merawat identitas bangsa, agar tetap hidup, berkembang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. (Fit)
Komentar untuk post