Lembaga anti korupsi ICAC telah berdiri sejak tahun 1974, tujuannya adalah untuk memberantas korupsi di Hongkong. Sama halnya dengan Indonesia, kala itu masyarakat Hongkong memiliki stigma untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan baik harus memberikan uang ke oknum (calo). Melalui strategi “pencegahan, penindakan, dan pendidikan” ICAC mampu memberantas masalah suap, korupsi, judi, dan prostitusi yang merajalela pada saat itu. Indonesia sendiri memiliki Lembaga anti korupsi yang Namanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sejak berdirinya di tahun 2003, KPK telah banyak menangani kasus korupsi di Indonesia. Telah banyak politisi yang akhirnya dihukum karena terjerat masalah korupsi. KPK juga memiliki strategi pemberantasan korupsi “pendidikan masyarakat, perbaikan sistem, dan penindakan”. Jika ditelaah cukup mirip dengan ICAC.
Kasus korupsi yang berkembang di Indonesia sendiri bervariasi, mulai dari pungli hingga gratifikasi. Sejak berakhirnya Orde Baru memang kasus korupsi di Indonesia kian merajalela dan terkesan menyeluruh dari pusat hingga daerah. Mereka yang ditindak dan terbukti bersalah pada kasus mega korupsi sebagian besar dari kalangan politisi dan pejabat publik. Penindakan pada tersangka korupsi diharapkan memberikan efek jera, akan tetapi angkanya semakin tinggi dan tersangka makin berani. Penjara bagi narapidana kasus korupsi di Indonesia berbeda dari narapidana kasus non-korupsi, terkesan lebih mewah. Bahkan, ada di antaranya yang merenovasi kamar penjara layaknya hotel bintang lima, seperti yang ditayangkan oleh program televisi Mata Najwa saat sidak di Lapas Sukamiskin bersama Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu. Terdapat simbiosis antara politisi napi dengan petugas lapas yang didalamnya ada transaksi suap-menyuap.
Apakah ini cukup untuk menunjukkan tidak adanya penyesalan pada perbuatan Korupsi yang dilakukan.Pemberantasan korupsi di Indonesia layaknya pertempuran antar mafia, dimana penyidik KPK (Novel Baswedan) mendapat penyerangan disiram air keras yang sampai saat ini kasusnya masih belum terungkap. Belum lagi polemik seleksi yang dilakukan oleh BKN dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN di tengah tingginya kasus korupsi saat ini, mulai dari korupsi benih lobster hingga Bansos. Melihat kejadian-kejadian tersebut rasanya hanya mimpi bagi KPK untuk menyaingi ICAC. Akan tetapi mimpi bisa menjadi nyata apabila “pendidikan” moral masyarakat Indonesia telah sampai menyentuh nurani dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mimpi tidak akan pernah menjadi nyata apabila dalam diri manusia masih ada hasrat ingin berbuat curang dan tidak jujur, sekalipun sistem administrasi diubek-ubek sampai butek, apalagi hukuman bisa dibeli dan penjara bisa direnovasi.
(Bintang Innasi, Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang)
Komentar untuk post