JOMBANG.TV – Moch Subchi Azal Tzani alias Subchi, terdakwa kasus pencabulan terhadap santri sendiri di Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, dituntut hukuman 16 tahun penjara. Pertimbangangan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Subchi terbukti melakukan perbuatan sebagaimana tertuang dalam pasal 285 KUHP juncto 65 ayat 1 KUHP.
“Kami mengupayakan untuk menuntut hukuman maksimal. Karena ancaman maksimal dalam Pasal 285 KUHP adalah 12 tahun, maka kami tambahkan sepertiga sebagaimana dalam Pasal 65 KUHP sehingga kita tuntut 16 tahun penjara,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Mia Amiati, yang juga sebagai JPU, usai sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (10/10/2022).
Mia mengatakan, berdasarkan proses persidangan dan juga keterangan saksi serta ahli, tidak ada hal yang meringankan sedikitpun untuk terdakwa. Tak itu saja, JPU juga mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya, menggunakan hati nurani, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Dalam persidangan tidak ada hal yang meringankan, pada saat awal proses pemeriksaan terdakwa dan juga terkait saksi yang kami peroleh maupun pembuktian alat surat ataupun keterangan ahli lainnya. Semua sudah dibuktikan tim penuntut umum dengan mengedepankan hati nurani dan semata-mata atas nama undang-undang,” ungkapnya.
Atas tuntutan JPU, Penasihat Hukum korban Nun Sayuti mengaku sangat mengapresiasi. Kata dia, tuntutan JPU sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan maupun yang tertera di berita acara pemeriksaan.
“Semoga Majelis Hakim juga sepakat dengan tuntutan JPU dan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya,” tutur Nun Suyuti.
Sedangkan Kuasa Hukum MSAT, I Gede Pasek Suardika mengaku kecewa dengan tuntutan itu. Ia menyebut tuntutan JPU cukup sadis.
“Tuntutannya sadis. Percuma kita membuka fakta persidangan, menggali keterangan saksi, menguji alat bukti di siding, kalau harus dihukum seberat-beratnya,” kata Pasek.
Pasek menyebut pekan depan akan melakukan nota pembelaan atau pledoi. “Saya harap keluarga besar Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyah Jombang untuk mendoakan terdakwa,” pengkasnya.
Seperti diketahui, MSAT alias Bechi dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP:PB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSAT di pesantren.
Selama proses penyidikan, MSAT diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik Polres Jombang. Namun, ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kasus kemudian ditarik ke Polda Jatim. Selama ditangani Polda Jatim, Polisi juga belum bisa menangkap MSAT hingga muncul upaya jemput paksa beberapa kali namun gaga karena dihalang-halangi santri dan simpatisan Bechi.
MSAT juga sempat menggugat Kapolda Jatim. Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Ia pun mengajukan praperadilan sebanyak dua kali ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan PN Jombang. Namun, dua kali upaya praperadilan itu pun ditolak. Polisi juga sudah menerbitkan status DPO untuk MSAT.
Pada 7 Juli 2022 lalu, MSAT akhirnya menyerahkan diri, usai tempat persembunyiannya di Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang, dikepung ratusan polisi selama 15 jam. Kini ia mendekam di Rutan Klas I Surabaya, Medaeng, Sidoarjo selama proses persidangan.
Bechi didakwa tiga pasal yakni Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan maksimal ancaman pidana 12 tahun. Kemudian pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun dan pasal 294 KUHP ayat 2 dengan ancaman pidana 7 tahun juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. (cnn/ant/*jb2/adm)
Komentar untuk post