Jakarta – Peringatan Hari Pangan Sedunia, Food First Information and Action Network (FIAN) Indonesia bersama FIAN Internasional, menyotori disahkannya Omnibus Law (UU Cipta Kerja) oleh DPR, 5 Oktober 2020, kemarin. Organisasi yang fokus mengadvokasi hak rakyat atas pangan itu menilai, isi dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja, akan berpotensi mengancam hak atas pangan dan gizi jutaan rakyat Indonesia.
Ketua Dewan Nasional FIAN Indonesia, Laksmi Adriani Savitri mengatakan, pada momentum hari pangan internasional yang setiap tahun diperingati pada 16 Otkober, Indonesia masih punya pekerjaan besar atas dampak dari pandemi saat ini. Namun, belum selesai pekerjaan tersebut, Indonesia justru harus menghadapi ancaman lain melalui Omnibus Law.
“Di hari pangan internasional ini, Indonesia masih terancam pandemi dan dampak turunannya, termasuk ancaman atas kelangkaan pangan global, tetapi negara ini malah mengesahkan Omnibus Law yang menaruh produsen pangan skala kecil dan konsumen dalam sistem pangan yang rentan,” kata Laksmi, dalam keterangan persnya yang diterima jombang.tv, Jumat, (16/10/2020)
FIAN menyebut, pangan adalah hak asasi yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Melindungi pangan, berarti negara wajib membuat peraturan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan hak atas pangan secara umum bukan menguntungkan individu, investor, maupun importir.
Di dalam Omnibus Law, FIAN menilai ada pasal-pasal yang akan mengadopsi agenda liberalisasi pangan, sehingga menyebabkan ketergantungan akut pada pangan impor. Monopoli perusahaan dalam rantai pangan global, menyebabkan kerusakan lingkungan karena pengrusakan hutan dan industrialisasi pertanian.
“Liberalisasi pangan jelas akan menimbulkan beberapa konsekuensi bagi ketersediaan, kecukupan, dan keberlanjutan pangan, terutama bagi masyarakat perdesaan dan masyarakat adat yang mencukupi kebutuhan pangannya dari sumber pangan yang tersedia di alam,” lanjut Sofía Monsalve, Sekretaris Jendral FIAN International.
FIAN Indonesia dan FIAN International mengurgensikan agar prinsip keadilan dan demokrasi dalam mewujudkan kedaulatan rakyat tetap menjadi landasan dalam legislasi, serta selalu memprioritaskan pemenuhan hak atas pangan dan gizi rakyat Indonesia. Perwakilan FIAN di berbagai negara seperti Kolombia, Norwegia, Swedia, dan negara-negara lain, turut memberi solidaritas dan mengecam proses pembuatan Omnibus Law yang dinilai tidak melibatkan rakyat Indonesia.
Sementara, Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Olisias Gultom menilai, Omnibus Law Cipta kerja, dibuat untuk memberikan ruang agar aturan World Trade Organization (WTO) bisa berlaku di Indonesia. Benturan antara regulasi nasional dan regulasi perdagangan global, memaksa pemerintah mengorbankan kepentingan rakyat.
“Ada satu catatan penting bagaimana Indonesia kemudian diberi penalti oleh WTO, harus membayar denda jutaan USD kepada Amerika Serikat. Dalam UU Indonesia, ada aturan tidak diperbolehkan mengimpor saat masa panen raya. Tapi, regulasi itu tidak dibenarkan WTO, ” tandas Olis, saat dikonfirmasi melalui seluler. (AZ)
Komentar untuk post